Photobucket

Kisah Anak

Pada umumnya kita (orang dewasa) menyukai/ mencintai anak-anak, tapi kadang-kadang anak-anak dapat membuat kita/orang-tuanya jengkel sehingga orang-tua kehilangan kesabaran. Hal itu biasa. Tetapi jika ada orang-tua begitu marah dan bertindak sewenang-wenang di luar batas, dengan menyiksa anak itu secara emosional dan juga psikis, ini tidak dapat dibenarkan.


Semua orang tua pasti sekali waktu merasa marah terhadap anaknya. Mengatasi perilaku anak memang bukan perkara mudah. Hanya dengan bilang “tidak” saja belum tentu dapat meredam sikap yang menjengkelkan tersebut. Dalam menghadapi sikap dan perilaku anak yang menyulitkan tersebut banyak orang tua yang lepas kendali sehingga mengatakan atau melakukan sesuatu yang membahayakan anak sehingga kemudian mereka sesali. Jika situasi ini sering berulang, hal ini yang dikatakan sebagai penyiksaan anak, baik secara fisik maupun mental. Beberapa kriteria yang termasuk perilaku menyiksa seperti :

Menghukum anak secara berlebihan :- Memukul, Menyulut dengan ujung rokok, membakar, menampar, membanting, Menyerang anak secara agresif
- Mengabaikan anak; tidak memperhatikan kebutuhan makan, bermain, kasih sayang dan memberikan rasa aman yang memadai
- Terus menerus mengkritik, mengancam, atau menunjukkan sikap penolakan terhadap anak
- Pelecehan seksual

Untuk menanggulangi masalah ini, penting kiranya bagi kita untuk membedakan antara disiplin dan penyiksaan anak. Menurut BLAC'S LAW DICTIONARY. Penyiksaan anak adalah segala kekejaman terhadap mental, moral, dan fisik anak. Sementara menurut Dr. James Dobson dalam bukunya DARE TO DISCIPLINE, disiplin adalah merupakan salah satu fungsi dari kasih". Ia menyatakan bahwa "Seorang bertumbuh dengan baik dalam lingkungan kasih yang murni dan dikendalikan oleh disiplin yang layak dan konsisten". Karena itu penyikasaan anak adalah kejahatan, sedangkan disiplin adalah beralasan dan mengasihi.

Orang tua hendaklah berhati-hati agar mereka tidak membangkitkan amarah di dalam hati anak-anak mereka, dan menyakiti hati mereka sedemikian rupa sehingga mereka marah dan terluka. Sebaliknya orang-tua harus memberi anak itu didikan yang disiplin dan taat di dalam ajaran dan nasehat Allah.

Seringkali terjadi seorang yang suka menyiksa anak pernah mengalami penyiksaan pada masa kecilnya. Karena itu dia menyiksa anak-anak berdasarkan 2 alasan yang mungkin ada:

Dia mengalami perlakuan yang abnormal ini pada masa kecilnya, dan sekarang dia menjadikannya pola untuk ditirukannya;
Dia mungkin dipenuhi dengan rasa frustasi dan kemarahan dari masa kecilnya sehingga dia sekarang melampiaskan pada anak-anak yang tidak berdosa.
Kedengarannya memang aneh, tapi itulah kenyataan pada umumnya.


1. PENYIKSAAN FISIK

Orang Tua yang tidak memperhatikan kebutuhan makan; pakaian; dan tempat tinggal terhadap anaknya masuk juga dalam penyiksaan fisik. Eksploitasi anak untuk mencari nafkah bisa juga dimasukkan dalam kategori ini. Selanjutnya pengertian penyiksaan fisik yang lazim kita ketahui adalah bentuk-bentuk penyiksaan dengan menyakiti tubuh si anak.

Tubuh anak-anak tidak sekuat tubuh orang dewasa. Pemukulan/ penyiksaan fisik terhadap anak dengan tidak memikirkan bahayanya bisa membuat anak-anak menderita cacat. Kita tahu komponis terbesar sepanjang zaman adalah Beethoven, Mr. deaf ini menderita tuli karena dipukuli semena-mena oleh ayah kandungnya sendiri, dan itu membuat Beethoven menderita cacat-tuli sepanjang hidupnya. Dalam film Pay it Forward diceritakan penderitaan seseorang yang “dibakar” oleh ayahnya ketika mabuk, dan membawa penderitaan sepanjang hidupnya. Dan banyak contoh- contoh lain di masyarakat kita.


2. PENYIKSAAN PSIKIS

Penyiksaan ini bisa dengan Verbal Abuse (pernah saya bahas dalam artikel Dosa Karena Lidah). Juga bentuk-bentuk intimidasi, menakut-nakuti anak. Ini berbahaya bagi kelangsungan psikis anak dan membawa dampak buruk bagi mereka sepanjang hidupnya. Mengabaikan anak termasuk dalam kategori ini, orang tua mengabaikan fungsinya menjadi pelindung bagi anak. Kemerosotan emosi akibat penyiksaan psikis tampak dalam semakin parahnya perilaku sebagai berikut :

Menarik diri dari pergaulan atau masalah sosial; lebih suka menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, banyak bermuram durja, kurang bersemangat, merasa tidak bahagia, terlampau bergantung.
Cemas dan depresi, menyendiri, sering takut dan cemas, ingin sempurna, merasa tidak dicintai, merasa gugup atau sedih dan depresi.
Memiliki masalah dalam hal perhatian atau berpikir ; tidak mampu memusatkan perhatian atau duduk tenang, melamun, bertindak tanpa bepikir, bersikap terlalu tegang untuk berkonsentrasi, sering mendapat nilai buruk di sekolah, tidak mampu membuat pikiran jadi tenang.
Nakal atau agresif; bergaul dengan anak-anak yang bermasalah, bohong dan menipu, sering bertengkar, bersikap kasar terhadap orang lain, menuntut perhatian, merusak milik orang lain, membandel di sekolah dan di rumah, keras kepala dan suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok-olok , bertemperamen panas.


3. PENYIKSAAN SEKSUAL

Penyiksan seksual terhadap anak disebut PEDOFILIA atau penyuka anak-anak secara seksual. Pedo = Anak-anak, Filia = Cinta. Seorang Pedofil adalah orang yang melakukan aktivitas seksual dengan korban anak usia 13 tahun ke bawah. Penyakit ini ada dalam kategori Sadomasokisme : adalah suatu kecenderungan terhadap aktivitas seksual yang meliputi pengikatan atau menimbulkan rasa sakit atau penghinaan.

Pedofilia dapat diklasifikasikan ke dalam 5 tipe, yaitu :

1. Pedofilia yang menetap

Orang dengan pedofilia tipe ini, menganggap dirinya terjebak pada lingkungan anak. Mereka jarang bergaul dengan sesama usianya, dan memiliki hubungan yang lebih baik terhadap anak. Mereka digambarkan sebagai lelaki dewasa yang tertarik pada anak laki-laki dan menjalin hubungan layaknya sesama anak laki-laki.

2. Pedofilia yang sifatnya regresi

Di lain pihak, orang dengan pedofilia regresi tidak tertarik pada anak lelaki, biasanya bersifat heteroseks dan lebih suka pada anak perempuan berumur 8 atau 9 tahun. Beberapa di antara mereka mengeluhkan adanya kecemasan maupun ketegangan dalam perkawinan mereka dan hal ini yang menyebabkan timbulnya impuls pedofilia. Mereka menganggap anak sebagai pengganti orang dewasa, dan menjalin hubungan layaknya sesama dewasa, dan awalnya bersifat tiba-tiba dan tidak direncanakan.

3. Pedofilia seks lawan jenis

Pria dengan pedofilia yang melibatkan anak perempuan, didiagnosa sebagai pedofilia regresi. Pedofilia lawan jenis umumnya mereka menjadi teman anak perempuan tersebut, dan kemudian secara bertahap melibatkan anak tersebut dalam hubungan seksual, dan sifatnya tidak memaksa. Seringkali mereka mencumbu si anak atau meminta anak mencumbunya.

4. Pedofilia sesama jenis.

Orang dengan pedofilia jenis ini lebih suka berhubungan seks dengan anak laki-laki ataupun anak perempuan dibanding orang dewasa. Anak-anak tersebut berumur antara 10 – 12 tahun.

5. Pedofilia wanita

Meskipun pedofilia lebih banyak oleh laki-laki dewasa, tetapi juga dilakukan oleh wanita, meskipun jarang dilaporkan. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perasaan keibuan pada wanita. Dan anak laki-laki tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang sifatnya negatif, karenanya insidennya kurang dilaporkan. Biasanya melibatkan anak berumur 12 tahun atau lebih muda. (Reff. Film The UNSAID)

Patut menjadi catatan bahwa anak terutama (laki-laki) korban pelecehan seksual, akan mengalami penolakan dan diabaikan dalam keluarganya. Mereka berpotensi menjadi pelaku pedofilia nantinya pada masa remaja atau masa dewasa mereka. Kenyataan ini menunjukkan bahwa film porno sebagai alasan terjadinya sodomi lebih sering merupakan penyebab sekunder (kedua). Artinya, pelaku sebetulnya adalah penderita pedofilia, korban pelecehan seks di masa kecil mereka, dan yang tidak dapat mengendalikan nafsunya ketika memperoleh rangsangan dari film porno. Ini tidak berarti bahwa pelaku yang melakukan pelecehan seksual tidak dapat dituntut tanggung jawabnya. Berulangnya tindakan pelecehan tanpa diketahui masyarakat sekitar menunjukkan adanya perencanaan yang disengaja oleh pelaku untuk menjerat korbannya.

Para pengidap Pedofilia apakah bisa dikategorikan secara jelas antara GUILTY atau INNOCENT? Sebab para pelakunya selalu beralasan mereka melakukannya karena “cinta” nya terhadap anak-anak, bukan menyakiti anak-anak. Contoh kasus Michael Jackson yang berulang kali dituduh mencabuli anak laki-laki dibawah umur. Toh pelakunya bilang “Don’t treat me like criminal, because I’m innocent!”

Film-film tentang Pedofil banyak menyajikan akibat-akibat pedofil yang dilakukan orang dewasa itu merusak masa depan anak bukan saja secara FISIK, bahkan lebih hebat lagi akan merusak MENTAL & KEJIWAAN. Film-film mengenai ini adalah THE UNSAID, Andy Garcia. PRIMAL FEAR (Edward Norton & Richard Gere), SLEEPERS (Robert de Niro, Brad Pitt). Dan film serrie CSI di episode “Blood Drop”. Kerusakan akibat pedofil hampir tak-terobati dan melekat seumur hidupnya. Hebat sekali kerusakan akibat dosa seksual ini. Dan jangan pernah meremehkan kasus ini.

Anak-anak itu belum siap mengalami aktivitas seksual, susunan hormonalnya belum mampu mengalami dan memahami getaran dan sentuhan seksual. Menurut penelitian psikolog : Para Penjahat berdarah dingin kebanyakan mempunyai latar belakang pelecehan seksual pada masa kecilnya. Kalau mau lebih jelas tentang kasus ini boleh nonton filmnya SLEEPERS . Para korban seks abuse biasanya berpotensi untuk menjadi pelaku seks abuse dan akan terus menjadi seperti lingkaran-setan. Tahun 1997 di Jakarta juga terdapat kasus Pedofilia dengan pelakunya “Robot Gedek” yang selalu membunuh korbannya setelah disodomi. Menurut pengakuannya dia pun mengalami seks abuse masa kecilnya yang dilakukan oleh pamannya sendiri. Kitapun sering mendengar kisah seksual antara Spirit Leader dengan para santrinya, tidak saja di gereja, bisa juga di ponpes atau kuil. Maksudnya kejadian inipun bisa juga dilakukan oleh seorang rohaniawan. Juga kejadian-kejadian tidak senonoh antara guru dan murid, dengan tetangga, dengan orang terdekat dalam rumah tangga.


SIKAP ORANG-TUA

Orang-tua diharapkan memperhatikan keharmonisan rumah-tangga mereka. Penelitian menunjukkan, anak yang dididik dengan baik dalam keluarga harmonis memungkinkan mereka memperoleh kepercayaan diri tinggi dan berdaya tahan lebih tangguh sehingga mereka tidak mudah menjadi korban seksual berkepanjangan. Keterbukaan dan penerimaan orangtua terhadap anak akan memampukan anak mengkomunikasikan secara bebas apa saja yang mereka alami. Dengan demikian, anak punya keberanian untuk segera melaporkan tindak pelecehan seksual bila mereka atau teman mereka mengalaminya.

Biasakan seorang anak merasa aman dan nyaman ketika menceriterakan pengalamannya kepada orang tuanya. Jadikan mereka suka berkomunikasi dan selalu mendapat respons yang baik ketika mengungkapkan isi hatinya. Eratnya relasi orangtua-anak membantu orangtua memantau pergaulan anaknya dan mencegah lebih banyak problem yang terkait dengan masalah relasi sosial anaknya.

Selain itu, teladan kehidupan seksualitas orangtua yang bersih adalah unsur positif yang memberi arah bagi anak sehingga anak mampu mengembangkan kehidupan seks yang sehat pula. Orang-tua juga perlu mempunyai informasi dan pendidikan seks yang sehat. Mereka perlu memperoleh bekal untuk menghindarkan anaknya menjadi korban seks teman atau orang dewasa.

Salah satu upaya yang banyak dilakukan di negara maju adalah dengan mengajarkan kepada orang-tua bagaimana membuat anak mampu membedakan sentuhan yang pantas (sebagai pertanda kasih sayang) dengan yang tidak pantas (yang diarahkan pada daerah erogen/ sensitif). Bila ada sentuhan yang tidak pantas mereka terima, orangtua perlu memberi rasa aman kepada anak agar ia dapat bercerita lebih detail. Kebanyakan anak yang mengalami pelecehan seksual dapat memberi gambaran detail tentang aktivitas seks yang seharusnya belum dipahami oleh anak seusia mereka.

Berbagai tindak pelecehan seksual yang terjadi mengindikasikan adanya penyakit sosial di masyarakat kita. Mudahnya pelaku pelecehan seks memperoleh film porno menunjukkan semakin tolerannya kita terhadap penyimpangan seksual di sekitar kita.

Untuk kategori penyiksaan anak berlebihan dan penyiksaan secara seksual adalah masuk dalam kategori Kejahatan Kriminal. Kasus kriminal demikian tidak dapat diselesaikan dengan kesepakatan atau dengan memaafkan kelakuannya saja dan membiarkannya berlalu. Setiap negara mempunyai hukum-hukum yang mengatur hal ini; proses pengadilan dan pemenjaraan bagi pelakunya.

Sumber Berita :

Klik ICON INI
untuk meninggalkan Pesan, Kirim Artikel atau Berita anda

0 komentar:

Berita Serikat Pekerja

Followers

  ©Template by Iguana Team Creative (ITC).